Kisah di Balik Adzan Pituh (Tujuh) Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon

Masjid Cipta Rasa Cirebon
Masjid Cipta Rasa Cirebon

Nglayab -  Umat muslim dimana  pun pasti sudah tidak asing lagi dengan suara adzan yang berkumandang setiap akan melaksanakan sholat  fardhu. kumandang Adzan merupakan media untuk mengumumkan bahwa waktu sholat telah tiba,tidak lah heran setiap umat muslim paham sekali adzan tersebut di kumandangkan.

Muadzin adalah orang yang mengumandangkan adzan, biasanya dilakukan oleh satu orang untuk mengumandangkan adzan tersebut, tetapi beda ketika kita mengunjungi Masjin Sang Cipta Rasa di Cirebon, Lokasi masjid tersebut Jl. Kraton Kasepuhan No. 43, Kota Cirebon. Lokasi masjid tersebut tidak jauh dari Kraton Kasepuhan.

Di masjid ini ada hal yang menarik dan tidak seperti biasanya, di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon setiap hendak Sholat Juma’at ada 7 orang muadzin yang berkumandang  secara bersamaan, adzan yang dilakukan oleh tujuh orang sekaligus dinamakan atau dikenal dengan “Adzan Pitu”. 

Adzan Pituh
Adzan Pituh

Legenda ini berawal dari adanya wabah penyakit yang melanda jemaah masjid ini di awal pendiriannya. Tradisi 7 azan ini diwariskan oleh Sunan Kalijaga saat mengusir wabah tersebut. “Namanya Satria Menjangan Wulung" semacam Leak kalau di Bali, suatu wabah penyakit yang dikirimkan orang yang tidak senang kepada masjid ini. Wabah tersebut membuat beberapa jamaah masjid terkena penyakit aneh dan akhirnya meninggal. Untuk mengatasi ini, Sunan Kalijaga, bermunajat dan memohon perlindungan kepada Allah SWT. Hingga suatu ketika, Sunan Kalijaga meminta 7 orang untuk mengumandangkan azan dalam waktu bersamaan di dalam masjid tersebut. Alhasil, wabah penyakit ‘Satria Menjangan Wulung’ pergi dan terpental dari masjid bersamaan dengan meledaknya kubah masjid. Namun, sayangnya satu dari tujuh amir masjid tersebut meninggal. Menurut cerita, kubah masjid terbang dan mendarat di atas kubah Masjid Agung Banten. Sedangkan ‘Satria Menjangan Wulung’ terpental hingga Indramayu menjadi labu hitam. “Makanya ada larangan buat kita untuk memakan labu hitam".

Menurut cerita, ketika awal pembangunan Masjid Agung Demak, Sunan Gunung Jati memohon izin untuk membuat pasangannya di Cirebon. Masjid Agung Demak mempunyai watak maskulin, sedangkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini mewakili watak feminin. Tidak seperti masjid-masjid wali pada umumnya yang mempunyai bentuk atap tajug (berbentuk piramid) bersusun dengan jumlah ganjil, Masjid Agung Sang Cipta Rasa mempunyai bentuk atap limasan dan di atasnya tidak dipasang momolo (mahkota masjid). Selain azan pitu, tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan yakni khotbah yang menggunakan bahasa Arab. Meski tidak dimengerti, namun jamaah tetap khidmat dan khusyuk mendengarkan khotbah.

Secara umum aktivitas di masjid, selalu ramai oleh peziarah ketika malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Biasanya orang datang untuk berzikir dan tirakatan malam. Beberapa orang percaya akan mendapatkan keberkahan jika melaksanakan ibadah di masjid wali ini.
1 Komentar untuk "Kisah di Balik Adzan Pituh (Tujuh) Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon"

Wahh sangatbagus mas ceritannya,, terimakasih telah berbagi,, kami yang dari luar daerah jadi tahu sejarah khas indonesia :)

Back To Top