Masres II Sejarah Sandiwara Cirebon

Masres
Masres
Ngalayab Cirebon 14 Mei 2017

Masres merupakan sebutan untuk kesenian teater asli dari tanah kebudayaan Cirebon Yang menarik, nama Masres diambil dari nama jenis kain yang bertekstur halus, yang dipergunakan dalam setiap pertunjukannya sebagai dekorasi. Dulu kain-kain tersebut hanya berupa kain-kain polos yang diberi warna dan dinamai Masres kuning, Masres hijau, Masres merah, dan lain-lain. Sejalan dengan perubahan bentuk pertunjukannya, dekorasi kain yang berbentuk polos kini menjadi dekorasi terlukis yang disebut layar / kelir (backdrop). Layar bukan sekedar pelengkap artistik atau hanya tontonan belaka akan tetapi merupakan gambaran realitas kehidupan yang dituangkan dalam bentuk visual (lukisan) dan memperkuat jalan cerita.

Kesenian masres sendiri merupakan adaptasi dari dua bentuk kesenian yang sudah ada, yaitu reog Cirebonan yang terkenal dengan nama Reog Sepat dan tonil. Pada pertunjukan reog ditampilkan dua bagian pertunjukan, yaitu bodoran (lawakan) dan lakonan. Di saat yang bersamaan, pertunnjukan tonil juga sedang mewabah. Atas dasar itu, Mursyid yang berasal dari Kampung Langgen, Desa Wangunarja, Klangenan, Cirebon menggabungkan keduanya dengan bentuk drama gaya Cirebonan dengan iringan musik yang didukung oleh waditra berlaraskan prawa. Adaptasi Reog Sepat dengan tonil ini dinamakan jeblosan. Jeblosan artinya pertunjukan tonil tanpa layar penutup. Mengingat pelakonnya merupakan pemuda lajang (bujang) sebagian lagi menyebut kesenian baru ini dengan nama bungkrek (bujang sing seneng angkrak engkrek/ pemuda yang gemar menari).

Cerita yang diambil biasanya merupakan cerita yang diambil dari babad Cirebon, seperti lakon Nyi Mas Gandasari, Pangeran Walangsungsang, Ki Gede Trusmi, Tandange Ki Bagus Rangin, Pusaka Golok Cabang, cerita yang berkaitan dengan asal-usul suatu daerah di wilayah III Cirebon atau perjalanan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama Islam, ditampilkan dan lain-lain. Adapun bahasa yang digunakan adalah bahasa Cirebon.

Metamorfosis kesenian masres diawali sejak tahun 1946 di Desa Kebarepan, Kecamatan Plumbon, Cirebon berdiri pula kesenian sejenis dengan nama langendriyo, yang diprakarsai oleh Suwandi dan Mursyid. Pada 1949 sarana langen jeblos mulai ditingkatkan, yaitu menggunakan panggung. Pada 1952 di Desa Bojong Wetan, Kecamatan Klangenan, berdiri pula kesenian sejenis dengan nama sanpro (sandiwara proletar). Pendirinya adalah H. Abdullah, yang pada saat itu menjabat sebagai kepala desa setempat. Kemudian, pada 1956, berdiri pula perkumpulan sandiwara di daerah Bedulan, Desa Suranenggala, Cirebon, dengan nama yang dikenal sekarang, yaitu masres. Salah satu pendirinya adalah Ibu angkat penulis sendiri yaitu Ibu H. Sami'i yang dikenal sebagai pesinden Cirebonan.

Alat musik yang dipakai dalam sandiwara Cirebon adalah gamelan pelog dengan waditranya antara lain bonang, kemyang, saron, titil, penerus, gong besar dan kecil, kendang, dogdog dan ketipung, tutukan, kenong (jenglong), kecrek, seruling, dan gambang. Dalam perkembangannya belakangan ini, unsur-unsur musik modern ditambahkan, antara lain alat-alat musik modern, seperti kibor dan gitar listrik. Sedangkan perlengkapan lain dalam menunjang pertunjukan sandiwara Cirebon antara lain properti, layar, dan dekor.

Sumber : Hadi Susanto, S.Pd 
1 Komentar untuk "Masres II Sejarah Sandiwara Cirebon"

aku belum pernah lihat mesres ini
tapi aku selalu interest sama basa cirebon
asyik

Back To Top